Selasa, 12 April 2011

"balada anak pemulung" cerpen


Berawal dari kisah seorang anak pemulung. Anak yang memiliki keinginan tinggi dan cita-cita yang tinggi. Anak yang berjuang untuk hidupnya. Dia ingin bersekolah namun nasib berkata lain. Orang tuanya tak mampu  membiayai sekolahnya. Akhirnya ia membantu kedua orang tuanya bekerja sebagai pemulung. Sebenarnya ia tak ingin menjadi pemulung tapi ia mencoba menerima nasibnya ini.
            Sebut saja lintar namanya. Ia lahir pada tanggal 17 Agustus 1997, yah bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia. Ia sangat bangga dengan hari lahirnya yang sama dengan hari Kemerdekaan Indonesia. Dia memiliki hobi yaitu bermain catur. Ia pun sangat hebat dalam bermain catur hingga orang tua dan tetangga kampungnya bangga terhadapnya.
            Suatu hari lintar berkata pada ibunya , “ Mak, kapan aku bisa sekolah seperti  mereka?? Tak ada kah kesempatan ku untuk belajar dan ingin pintar seperti mereka??. Ibunya menjawab, “ Sabar ya le, mak’e dan pak’e belum mempunyai uang cukup untuk menyekolahkan kamu. Nanti jika mak’e dan pak’e mempunyai uang insyaallah mak’e dan pak’e akan menyekolahkan kamu.
            Lalu lintar dan kedua orang tuanya pergi untuk mencari rongsokan. Selesai mencari rongsokan mereka menjual rongsokannya di pengepul. Hasil hari ini cukup untuk makan lintar dan sekeluarga. Lalu mereka membeli makanan dan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah mereka beristirahat.
            Sore harinya lintar bersama dengan teman-temannya bermain. Saat ia bermain ia menemukan dompet. Ia berkata kepada salah seorang temannya yang bernama deva,  “dev, ada dompet nih, tapi tak ada pemiliknya”. deva menjawab, “Wah ada uangnya tidak?? Kalau ada kita ambil saja uangnya” . “ Ada sih, tapi kan kita tidak boleh mengambil barang yang bukan milik kita. Kita harus kembalikan”, kata lintar
            “Baiklah kita kembalikan saja. Tapi, kita kan tidak tahu alamat pemilik dompet ini, bagaimana dong?”, kata deva. “ Ya kita lihat saja pada KTPnya”, kata lintar. Akhirnya mereka berdua menuju alamat pemilik dompet itu. Ternyata alamat itu tidak jauh dari kedua rumah mereka.
            Sesampainya di alamat pemilik dompet itu mereka mengetuk pintu. “ Assalamu’alaikum warahmatuallahhi wabarakatu”, kata lintar. “Wa’alaikummusalam warahmatuallahhi wabarakatu, mari-mari silahkan duduk”, kata pemilik rumah itu. “ Ya pak trima kasih”, kata lintar. “ Maaf ada keperluan apa ya adik berdua datang kemari? “ , kata pemilik rumah itu.
            “ Kenalkan pak saya lintar dan ini teman saya deva, Pak apakah ini dompet Bapak? “ , kata lintar sambil menunjukkan sebuah dompet. “ Wah benar dik itu dompet saya yang hilang, oh ya kenalkan saya  Subroto. Terima kasih ya Dik sudah mengantarkan dompet saya “ , kata Pak Subroto. “ Oh iya pak sama-sama “ , kata lintar. “ Adik rumahnya dimana dan sekolah di mana? “ , kata Pak Subroto. “ Wah, rumah saya di perkampungan pemulung Pak, ya maklumlah saya hanya seorang pemulung, saya tidak bersekolah Pak karena masalah biaya “ jawab lintar dengan menunduk karena sedih.
            Pak Subroto merasa iba. Tiba-tiba ia berfikir untuk menyekolahkan lintar dan deva. “ Bagaimana kalau kalia berdua saya sekolahkan? “ , kata Pak Subroto. Dengan perasaan senang mereka menjawab kompak “ Ya pak kami mau “. Akhirnya mereka pamit pulang dengan perasaan yang sangat senang.
            Setibanya di rumah lintar dan deva memberitahukan  orang tuanya bahwa mereka akan disekolahkan oleh seorang pengusaha kaya bernama Pak Subroto. Dan kedua orang tuanya setuju-setuju saja. Orang tua lintar maupun deva senang karena ada yang mau menyekolahkan anak-anak mereka.
            Pada suatu hari perkampungan pemulung di tempat lintar dan deva tinggal mengadakan lomba catur. lintar beserta deva dan teman-temannya mengikuti lomba catur itu. Akhirnya yang menang adalah lintar. Yah memang lintar adalah seorang anak yang pintar bermain catur. Ia sangat di kagumi oleh tetangga-tetangganya.
            Saat lintar dan keluarganya sedang istirahat tiba-tiba datang Pak Subroto. Beliau di sambut baik oleh keluarga lintar. Tujuan Pak Subroto ke rumah lintar adalah untuk mengajak lintar dan deva membeli seragam. “ lin, ayo kamu ajak deva untuk membeli seragam ! “ , kata Pak Subroto. “ Ya, Pak sebentar, Bapak tunggu di sini saja saya akan menjemput deva “ , kata lintar.
            Sampainya di rumah lintar, mereka bertiga, lintar, deva , dan Pak Subroto berangkat membeli seragam. Saat tiba di toko,  Pak Subroto berkata “Silahkan pilih seragam yang muat dan alat-alat sekolah yang bagus”. lintar dan deva menjawab dengan kompak “ Iya paaak “. Selesai memilih seragam dan alat-alat sekolah Pak Subroto membayar itu semua di kasir.
             Setelah selesai berbelanja semuanya, lintar dan deva diantarkan pulang oleh Pak Subroto. Di jalan Pak Subroto berkata agar mereka besok siap-siap untuk berangkat sekolah dan akan diantarkannya. Mereka pulang dengan hati yang senang. Sebentar lagi keinginan mereka untuk berseolah akan terwujud.
            Keesokan harinya pagi-pagi sekali, lintar dan deva sudah siap brangkat sekolah. Pak Subroto sudah datang dan siap mengantarkan mereka berdua. Sampainya mereka di sekolah, jantung mereka berdebar-debar. Setelah bel sekolah berbunyi mereka diantarkan ke dalam kelas oleh seorang guru.
            Guru tersebut memperkenalkan lintar dan deva. Murid-murid di sekolah itu  sangat senang menyambut kedatangan mereka. Bahkan baru dua minggu saja mereka sudah sangat akrab. Mereka berdua tak lupa mengucapkan terima kasih terhadap Pak Subroto yang telah berjasa menyekolahkannya.
            Setelah beberapa bulan mereka sekolah, ternyata ada pengumuman dari Kepala Sekolah yang akan mengadakan lomba catur antar kelas. Mendengar itu lintar langsung bersemangat untuk mengikutinya.
            Ia setiap hari berlatih agar dalam perlombaan catur antar kelas besok ia bisa menang. Hari lomba pun telah tiba. Ia bertarung dengan sekuat tenaga agar ia bisa menang. Dengan perjuangan yang keras akhirnya ia menang. Ia mendapatkan piala dan piagam dari Kepala Sekolah. Ia pulang dengan perasaan senang yang luar biasa.
            Suatu hari ada kabar, bahwa Pak Subroto meninggal dunia. Mendengar berita itu lintar dan deva sangat sedih dan  merasa kehilangan. Mereka beserta orang tuanya langsung berangkat melayat ke rumah Pak Subroto. Mereka cemas jika Pak Subroto meninggal, lalu siapa yang akan membiayai keberlangsungan sekolah mereka.
             Tetapi mereka tak berputus asa untuk mencari ilmu. Akhirnya mereka tetap sekolah dan sepulang sekolah mereka bekerja mencari uang untuk kebutuhan sekolah mereka. Dengan usaha keras, mereka berhasil mengumpulkan uang untuk membiayai sekolah mereka. Mereka senang karena mereka bisa membayar uang sekolah dengan hasil keringat sendiri.
            Keesokan hari mereka berangkat sekolah. Saat sedang istirahat lintar di panggil Kepala Sekolah ke ruang Kepala Sekolah. Dengan perasaan cemas lintar menuju ruang Kepala Sekolah. Sesampainya di dalam ruang ia berbincang-bincang dengan Kepala Sekolah.
            “ lin mau tidak kamu mengikuti lomba catur tingkat kecamatan mewakili sekolah ini? “ , kata Kepala Sekolah. “ Wah dengan senang hati Pak, saya mau mengikuti lomba ini. Saya akan membawa nama baik untuk sekolah ini “ , kata lintar. “ Ya, sudah kalau begitu besok kamu siap-siap lomba ya? “ , kata Kepala Sekolah. lintar mejawab “ iya pak “.
            Pagi-pagi lintar sudah berangkat. Sesampainya di sekolah lintar menemui Kepala Sekolah. Dan lintar di antarkan ke kecamatan untuk lomba catur. Di sana ia mendaftarkan diri. Saat yang di tunggu-tunggu pun tiba. lintar memulai lombanya. Ia berusaha dengan sekuat tenaga agar ia bisa membawa nama baik untuk sekolahnya.
            Detik-detik pengumuman pemenang lomba ditunggu oleh semua peserta. lintar ternyata menang sebagai juara pertama. Ia merasa sangat senang dengan hasil yang ia peroleh. Ia senang karena bisa membanggakan sekolah dan orang tuanya. Saat tiba di rumah orang tuanya sangat senang, mereka tak menyangka anaknya memiliki bakat bermain catur dengan baik.
            Dengan kemenangan tersebut, ia berhak mengikuti lomba ke tingkat kabupaten dan provinsi. Seperti yang diharapkan ternyata menang lagi sampai di tingkat provinsi. Maka ia bisa berkesempatan mengikuti di tingkat nasional.
             “ Mak’e dan Pak’e, do’akan aku ya, agar saat aku lomba di tingkat nasional nanti aku bisa menjadi juara pertama, agar bisa membanggakan Mak’e dan Pak’e “ , kata lintar. Ya, le Pak’e dan Mak’e selalu mendoakan yang terbaik untuk mu “ , jawab Bapaknya. “ Ya, pak’e, amin “.
Saat pengumuman lomba pun tiba lintar pun cemas, apakah ia nanti akan menang? Dan lintarlah pemenang dalam lomba itu. Ia menangis haru, ia sangat senang dengan kemenagannya ini. Ia langsung bersujud syukur, setelah itu ia menerima piala, piagam, da sejumlah uang, persaannya sangat gembira.
Ia pulang dengan kemenangan. Di rumah ia langsung memberitahukan bahwa ia menang. Dan seluruh tetangganya mengucapkan selamat kepadanya dan benar-benar bangga terhadapnya. Mereka gembira dan bersujud syukur kepada Alloh SWT.
            Iniah lintar, walaupun ia hanya seorang anak dari pemulung jika kita memiliki keinginan, cita-cita, dan semangat yang luar biasa, pasti kita  akan bisa mendapatkan apa yang kita inginkan dengan jerih payah kita sendiri tanpa meminta bantuan orang lain.

like+coment

kritik+saran

maav ya kalo jelek.
ga biasa bikin cerpen
:))

sankyuuu :))

admin1_angel

Tidak ada komentar:

Posting Komentar